Aqiqah
Aqiqah Jamaah Masjid Dani Salamah Sambisari Digelar Saat Itikaf Malam ke-29 Ramadan

H Abdul Alim (berpeci hitam) memotong rambut Zahwa Adiva Ramadhani, di dampingi Kusnadi (kanan) dan Atus Syahbudin SHut MAgr PhD (kiri)
JOGJANEWS | Zahwa Adiva Ramadhani adalah jamaah baru Masjid Dani Salamah Sambisari (Masdanis) yang lahir 27 april lalu. Zahwa merupakan putri pertama Kusnadi dan Neva Purwanti, S.Giz.
Pada itikaf malam ke-29 Ramadhan 1442 H, Kusnadi menggelar aqiqah, Senin (10/5/2021). Aqiqah perdana ini diselenggarakan masih dalam masa pandemi Covid-19 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
Pada masa pandemi ini tentu perlu pengaturan makan bersamanya. Terlebih lagi dalam bulan Ramadan, sehingga makanan hasil masakan kambing yang disembelih bisa dibagikan ke rumah-rumah jamaah, sekaligus meraih pahala bersedekah untuk orang yang berpuasa.
“Kami sudah memusyawarahkannya dan sepakat membagikannya ke rumah-rumah saja, dibantu beberapa remaja masjid. Cara ini untuk menghindari makan bersama dalam kerumunan di Masdanis,” jelas H. Abdul Alim selaku takmir Masdanis. Keluarga Kusnadi dan pengurus takmir lainnya pun sepakat.
Hadir memberikan tausiah agama dan turut memotong rambut bayi adalah Ustaz Endri Sulistyo. Menanggapi pembagian hasil masakan ke rumah-rumah, menurut Ustaz Endri diperbolehkan.
Ustaz muda yang sering mengisi pengajian di kampus-kampus Yogyakarta ini menjelaskan tentang sunahnya melaksanakan aqiqah. Menurutnya, setelah kelahiran bayi, ayahnya yang beragama Islam supaya segera mengadzani bayi di telinga sebelah kanan dan mengiqomatinya di telinga sebelah kiri.
“Di dalam hadits Tirmidzi, saat Fatimah binti Muhammad melahirkan Hasan dan Husain, Nabi (Nabi Muhammad;red) mengadzaninya sebagaimana adzan shalat. Tujuannya agar bayi terhindar dari godaan syetan. Pelan-pelan saja adzannya,” jelas Ustaz Endri.
Apabila ayah kandungnya belum mampu melafalkan adzan, maka dapat meminta tolong pengurus masjid atau jamaah lainnya. Yang laki-laki, bukan yang perempuan. Setelah itu, aqiqah ditunaikan.
“Aqiqah sendiri berasal dari kata " 'Aq Qan " yang berarti melukai. Adapun yang dipraktikkan pada jaman dahulu saat masa jahiliyah, jika ada kelahiran, maka dipotongkan kambing. Darahnya lalu dioles-oleskan di seluruh tubuh bayinya,” urai Ustaz Endri sambil mengenang masa-masa sebelum kedatangan agama Islam di Mekah.
Setelah Nabi Muhammad diutus, ada perbedaan dalam praktik aqiqah. Menurut Ustaz Endri, urutan aqiqah yakni membacakan doa aqiqah, memotong rambut bayi secara simbolis dan diusahakan dalam hitungan ganjil, memberi nama, dan makan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
“Memberikan nama itu yang baik-baik, karena nama mengandung doa yang menyertainya dalam kehidupan. Bisa dengan nama-nama nabi atau nama-nama lain dalam ejaan Bahasa Indonesia yang artinya bagus-bagus,” terang Ustaz Endri.
Ustaz Endri yang aktif sebagai mutawwif ini pun menjelaskan pula bahwa sunahnya aqiqah itu dengan memotong 2 kambing apabila bayi yang dilahirkan laki-laki. Apabila bayinya perempuan, maka cukup 1 kambing.
“Kambing yang dipotong agar memenuhi syarat-syarat hewan kurban. Hanya saja kambingnya tidak harus jantan. Boleh jantan maupun betina,” tambah Ustaz Endri.
Pelaksanaan aqiqah selama itikaf malam ke-29 Ramadan ini pun berjalan lancar. Beberapa pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman juga diundang. Turut memotong rambut bayi secara simbolis Dewan Penasehat LDII H. Joko Mulyono, H. Abdul Alim, Ustaz Endri Sulistyo, Sekretaris DPW LDII DIY Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. dan Ustaz Supriyadi.
Editor :JogjaNews
Source : LINES